My First Friend on Facebook
Rini mencolokkan modemnya ke
laptop. Ia ingin membuat akun di Facebook, sebuah
situs jejaring sosial yang saat ini banyak digunakan. Tidak membutuhkan waktu
lama bagi Rini untuk membuat akun Facebook. Pembuatan akun Facebook pun selesai.
Welcome to Facebook, Rini. Step 1: find friends.
Rini
memasukkan beberapa nama dalam daftar pencariannya. Sebagian teman yang memakai
nama asli langsung ia temukan, namun ia mengalami kesulitan mencari
teman-temannya yang menggunakan nama samaran.
“Melly Meizalina. Aha, ini dia
orangnya,” seru Rini sambil meng-klik tuRinin ‘Add as a friend’.
“Hmm…siapa lagi ya?” pikirnya.
Tiba-tiba matanya tertuju pada suatu tuRinin.
Facebook suggestion. Here
are some people whom you may know:
Raditya Saputra, Fika Rianty, and
Irma Kusmiati.
“Wah,
dua cewek ini sih memang teman aku, tapi yang cowok ini siapa ya?”
Rini langsung menambahkan dua
temannya tadi lalu membuka halaman info Raditya Saputra, orang asing yang
disarankan oleh Facebook.
“Ih,
kok foto profilnya gambar tokoh kartun Detektif Conan sih? Nggak punya foto
sendiri apa?” Rini membaca biodata orang itu dengan seksama.
“Statusnya single, agamanya Islam, hobinya baca buku, makanan kesukaannya sate
padang, sifatnya ramah, murah senyum, dan humoris. Wah, banyak kesamaan nih
dengan aku. Sayang, nih orang gak punya album. Tambahkan saja ah, siapa tahu
cakep,” gumam Rini sambil meng-klik ‘add
as friend.’
“Cukup sudah, sekarang tinggal menunggu
konfirmasi dari mereka,” pikirnya sambil meng-klik ‘logout’ dan mematikan komputer.
Malam menjelang, Rini kembali menyalakan
laptopnya dan masuk ke Facebook.
‘One new notification,’
Rini segera meng-kliknya. ‘Raditya
Raputra accepted your friend request.’
Ternyata
orang yang mengkonfirmasi dan menjadi teman pertamanya di Facebook adalah orang yang sama sekali
tidak dikenalnya. Rini menulis di dinding
lelaki tersebut.
‘Makasih
ya atas konfirmasinya. Aku Rini Irmaria, salam kenal.'
Keesokan
harinya Rini kembali membuka akunnya. Kali ini dia mendapat 4 pemberitahuan baru.
‘Fika Rianty accepted your friend request, Melly
Meizalina accepted your friend request,
Irma Kusmiati accepted your friend
request, Raditya Saputra commented on
his wall post.’ Klik.
‘Sama-sama, makasih juga sudah nambahin
sebagai teman. Anak baru ya? Hehehe,
selamat datang aja di dunia maya
ya.' 10
hours ago.
“Hmm...ramah
juga ternyata orang ini,” gumamnya. Rini kembali membuka halaman info
lelaki tersebut.
‘One friend in common:
Melly Meizalina’
“Oh
temannya Melly toh,” gumamnya
Tidak
terasa sudah beberapa minggu Rini bergaul di dunia Facebook.
Kini temannya sudah mencapai lima puluhan.
Raditya: Assalam Mu’alaikum. Hai, Rini…
Tiba-tiba sapaan itu muncul di
samping kanan bawah layar laptopnya.
“Wah, si Radit ngajak chatting
nih.”
Rini: Wa’alaikum Salam. Hai juga…
Radit: Temannya Melly ya?
Rini: Iya, teman sekampus. Kamu juga kan?
Raditya: Iya, teman waktu SD
Rini: Oh teman kecilnya ya?
Raditya: Bukan
Rini: Loh, tadi katanya teman waktu SD
Raditya: Iya teman waktu Es De alias Sedang Darurat,
hehehe...
Rini: Ih, kamu tuh ya…
Pembicaraan pun berlangsung selama
beberapa menit. Mereka sempat bertukar nomor hand phone. Pembicaraan pun berlanjut lewat telepon dan SMS.
“Rini,
ketemuan yuk. Aku penasaran sama kamu.”
Itulah SMS yang masuk dalam inbox Rini hari ini. Rini
langsung membalas.
“Boleh
juga, di mana?”
“Gimana
kalau di PTC?”
“Jam berapa?”
“Kapan
aja kamu bisa, aku siap”
“Jam 1 siang mau?”
“Oke deh.”
Rini sampai
duluan. Ia memesan minuman sambil menunggu Radit. Sepuluh menit telah berlalu
dari jam yang dijanjikan. Rini mulai jengkel. Ia segera mengirim SMS.
“Kamu
di mana sih?”
Satu menit kemudian.
“Maaf
telat, sebentar lagi aku sampai kok.”
“Ya
sudah, terus gimana aku bisa ngenalin ciri-ciri kamu?”
“Gampang,
aku pakai baju warna biru.”
Tidak lama kemudian muncul dua lelaki yang sama-sama memakai baju berwarna
biru. Yang pertama memakai baju kaos dan jeans, wajahnya tampan, penampilannya
maskulin, sangat berbeda dengan lelaki di sebelahnya yang juga memakai baju
berwarna biru. Lelaki yang satu ini terlihat sangat culun dengan kemeja biru
dan celana katun, kacamatanya dan buku yang dibawanya menunjukkan sifatnya yang
kutu buku. Rini menjadi bingung dan ragu.
“Ah, Radit kan selalu ngaku dirinya keren,
masak culun dan norak kayak gitu. Pasti yang cakep itu Radit,” tebaknya.
Rini menghampiri mereka.
“Hai Radit!” sapa Rini tanpa
ragu-ragu lagi.
“Rini ya? Maaf, aku telat.”
“Gak apa-apa kok.”
“Oh ya kenalin ini Surya, teman aku
sekaligus pembantu aku.”
“Loh, kok bisa gitu?”
“Iya, dia tuh anak tukang kebun di
rumah aku. Papa nguliahin dia juga di kampus yang sama, jadi kami berteman deh,” jawabnya
santai
Rini akhirnya ngobrol dengan Radit
dan Surya. Rini sedikit merasa aneh karena gaya bicara Radit ternyata tidak
selucu gaya bahasanya di Facebook atau pun di SMS. Rini justru merasa sangat nyaman
berbicara dengan Surya yang suka melawak.
Hari demi hari berlalu. Rini semakin
sering bertemu dengan Radit dan Surya, namun ia juga semakin bingung dengan
keanehan sikap Radit yang selama ini dikenalnya. Radit sangat sopan dan rendah
hati di Facebook, tetapi kenyataannya sifat itu malah ada pada diri
Surya. Belum hilang kebingungan Rini, tiba-tiba Radit menelpon.
“Halo Rini.”
“Ada apa, Dit?”
“Em, sebenarnya… sebenarnya, aku
suka sama kamu, kamu mau gak jadi TTM aku?”
“TTM maksudnya Teman
Tapi Mesra ya?”
Rini kaget. Dia bingung harus menjawab apa. Rini memang menyukai penampilan
Radit yang tampan, tetapi dia lebih menyukai sifat Surya yang baik dan humoris.
“Rini, gimana?”
“Eh, ii… iya, aku juga suka sama
kamu. Aku mau jadi TTM kamu,” jawabnya terbata-bata.
Radit sangat puas dengan jawaban Rini, tetapi Rini sendiri masih bingung.
Ada sedikit penyesalan dalam dirinya karena sebenarnya orang yang dia sukai
adalah Surya.
Sudah beberapa bulan Rini berkencan dengan
Radit. Mereka selalu menghabiskan waktu dengan makan berdua di restoran. Sikap
Radit tetap tidak berubah, agak angkuh dan suka menyombongkan diri. Rini rindu
dengan sifat Surya yang periang dan humoris, entah mengapa ia justru selalu
merindukan Surya yang culun dan kutu buku itu.
Suatu hari Rini meminta Radit untuk
makan bersama Surya lagi seperti saat mereka pertama kali bertemu. Radit tidak
keberatan, ia meminta Rini menunggu di tempat biasa. Rini memesan sate padang,
makanan favorit Radit seperti tertulis di info Facebooknya. Ia juga
membawakan koleksi DVD Detektif Conan kesukaannya. Lima belas menit kemudian
Radit dan Surya muncul.
“Dit, aku sudah pesan sate padang
loh buat kamu.”
“Apa? Sate padang? Yang benar saja,
aku paling nggak suka makanan pedas kayak gitu.”
“Loh, kok gitu sih? Ya sudah, jangan
marah ya, ini aku bawakan kaset Detektif
Conan, seru loh.”
“Ya ampun, aku tuh nggak suka cerita
detektif.”
“Radit!” panggil
seseorang dari jauh. Gadis itu segera menghampiri mereka bertiga.
“Melly!” seru Rini.
“Radit, kamu kemana aja selama ini?
Loh kok ada Rini? Kalian sudah saling kenal ya?” tanya Melly, tetapi pertanyaan
dan tatapannya malah tertuju pada Surya.
Radit terlihat pucat dan panik, ia
kemudian kabur keluar restoran, Rini berusaha mengejarnya. Radit semakin mempercepat larinya, namun malang tiba-tiba sebuah
mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya. Radit ambruk
seketika dan berlumuran darah.
“Radit…” teriak Rini.
“Ri, Rini. Maafkan aku. Aku sudah
membohongimu. Sebenarnya akulah Surya. Aku sengaja ingin merebutmu dari Radit.
Aku iri melihat anak tukang kebunku punya teman secantik kamu, makanya dia aku
paksa tukaran nama, sebenarnya Radit juga menyukaimu. Jadilah sahabatnya Rini, dialah
temanmu yang sebenarnya, maafkan aku…” bruk, lelaki itu menghembuskan nafas
terakhirnya.
Kini terjawab sudah segala
kebingungan yang melanda hati Rini dan ia telah menemukan sahabat yang sebenarnya, sahabat
yang merupakan teman pertamanya di Facebook.
Sejak saat itu Rini bersahabat dengan Radit asli yang jujur, ramah, dan
humoris.
0 Komentar:
Posting Komentar
Please be polite in giving a comment, every rude comment will be removed (Sopanlah dalam berkomentar, setiap komentar yang kasar akan dihapus)
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda