Sabtu, 21 Juli 2012

My First Friend on Facebook

Oleh Armilia Sari



Rini mencolokkan modemnya ke laptop. Ia ingin membuat akun di Facebook, sebuah situs jejaring sosial yang saat ini banyak digunakan. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Rini untuk membuat akun Facebook. Pembuatan akun Facebook pun selesai.
            Welcome to Facebook, Rini. Step 1: find friends.
            Rini memasukkan beberapa nama dalam daftar pencariannya. Sebagian teman yang memakai nama asli langsung ia temukan, namun ia mengalami kesulitan mencari teman-temannya yang menggunakan nama samaran.
            “Melly Meizalina. Aha, ini dia orangnya,” seru Rini sambil meng-klik tuRinin ‘Add as a friend’.
            “Hmm…siapa lagi ya?” pikirnya. Tiba-tiba matanya tertuju pada suatu tuRinin.
            Facebook suggestion. Here are some people whom you may know: Raditya Saputra, Fika Rianty, and Irma Kusmiati.
            “Wah, dua cewek ini sih memang teman aku, tapi yang cowok ini siapa ya?”
Rini langsung menambahkan dua temannya tadi lalu membuka halaman info Raditya Saputra, orang asing yang disarankan oleh Facebook.
            “Ih, kok foto profilnya gambar tokoh kartun Detektif Conan sih? Nggak punya foto sendiri apa?” Rini membaca biodata orang itu dengan seksama.
            “Statusnya single, agamanya Islam, hobinya baca buku, makanan kesukaannya sate padang, sifatnya ramah, murah senyum, dan humoris. Wah, banyak kesamaan nih dengan aku. Sayang, nih orang gak punya album. Tambahkan saja ah, siapa tahu cakep,” gumam Rini sambil meng-klik ‘add as friend.’
            “Cukup sudah, sekarang tinggal menunggu konfirmasi dari mereka,” pikirnya sambil meng-klik ‘logout’ dan mematikan komputer.
            Malam menjelang, Rini kembali menyalakan laptopnya dan masuk ke Facebook.
            One new notification,’ Rini segera meng-kliknya. ‘Raditya Raputra accepted your friend request.
            Ternyata orang yang mengkonfirmasi dan menjadi teman pertamanya di Facebook adalah orang yang sama sekali tidak dikenalnya. Rini menulis di dinding lelaki tersebut.
            ‘Makasih ya atas konfirmasinya. Aku Rini Irmaria, salam kenal.'
            Keesokan harinya Rini kembali membuka akunnya. Kali ini dia mendapat  4 pemberitahuan baru.          
‘Fika Rianty accepted your friend request, Melly Meizalina accepted your friend request, Irma Kusmiati accepted your friend request, Raditya Saputra commented on his wall post.’ Klik.
            ‘Sama-sama, makasih juga sudah nambahin sebagai teman. Anak baru ya? Hehehe, selamat datang aja di dunia maya ya.' 10 hours ago.
            “Hmm...ramah juga ternyata orang ini,” gumamnya. Rini kembali membuka halaman info lelaki tersebut.
            One friend in common: Melly Meizalina’
            “Oh temannya Melly toh,” gumamnya
            Tidak terasa sudah beberapa minggu Rini bergaul di dunia Facebook. Kini temannya sudah mencapai lima puluhan.
            Raditya: Assalam Mu’alaikum. Hai, Rini…
            Tiba-tiba sapaan itu muncul di samping kanan bawah layar laptopnya.
            “Wah, si Radit ngajak chatting nih.”
            Rini: Wa’alaikum Salam. Hai juga…
            Radit: Temannya Melly ya?
            Rini: Iya, teman sekampus. Kamu juga kan?
            Raditya: Iya, teman waktu SD
            Rini: Oh teman kecilnya ya?
            Raditya: Bukan
            Rini: Loh, tadi katanya teman waktu SD
            Raditya: Iya teman waktu Es De alias Sedang Darurat, hehehe...
            Rini: Ih, kamu tuh ya…
            Pembicaraan pun berlangsung selama beberapa menit. Mereka sempat bertukar nomor hand phone. Pembicaraan pun berlanjut lewat telepon dan SMS.
            Rini, ketemuan yuk. Aku penasaran sama kamu.”
 Itulah SMS yang masuk dalam inbox Rini hari ini. Rini langsung membalas.
            Boleh juga, di mana?”
            Gimana kalau di PTC?”
            Jam berapa?
            Kapan aja kamu bisa, aku siap
            Jam 1 siang mau?
            Oke deh.”
            Rini sampai duluan. Ia memesan minuman sambil menunggu Radit. Sepuluh menit telah berlalu dari jam yang dijanjikan. Rini mulai jengkel. Ia segera mengirim SMS.
            Kamu di mana sih?”
            Satu menit kemudian.
 “Maaf telat, sebentar lagi aku sampai kok.”
            “Ya sudah, terus gimana aku bisa ngenalin ciri-ciri kamu?”
            “Gampang, aku pakai baju warna biru.”     
Tidak lama kemudian muncul dua lelaki yang sama-sama memakai baju berwarna biru. Yang pertama memakai baju kaos dan jeans, wajahnya tampan, penampilannya maskulin, sangat berbeda dengan lelaki di sebelahnya yang juga memakai baju berwarna biru. Lelaki yang satu ini terlihat sangat culun dengan kemeja biru dan celana katun, kacamatanya dan buku yang dibawanya menunjukkan sifatnya yang kutu buku. Rini menjadi bingung dan ragu.
            “Ah, Radit kan selalu ngaku dirinya keren, masak culun dan norak kayak gitu. Pasti yang cakep itu Radit,” tebaknya. Rini menghampiri mereka.
            “Hai Radit!” sapa Rini tanpa ragu-ragu lagi.
            “Rini ya? Maaf, aku telat.”
            “Gak apa-apa kok.”
            “Oh ya kenalin ini Surya, teman aku sekaligus pembantu aku.”
            “Loh, kok bisa gitu?”
            “Iya, dia tuh anak tukang kebun di rumah aku. Papa nguliahin dia juga di kampus yang sama, jadi kami berteman deh,” jawabnya santai
            Rini akhirnya ngobrol dengan Radit dan Surya. Rini sedikit merasa aneh karena gaya bicara Radit ternyata tidak selucu gaya bahasanya di Facebook atau pun di SMS. Rini justru merasa sangat nyaman berbicara dengan Surya yang suka melawak.
            Hari demi hari berlalu. Rini semakin sering bertemu dengan Radit dan Surya, namun ia juga semakin bingung dengan keanehan sikap Radit yang selama ini dikenalnya. Radit sangat sopan dan rendah hati di Facebook, tetapi kenyataannya sifat itu malah ada pada diri Surya. Belum hilang kebingungan Rini, tiba-tiba Radit menelpon.
            “Halo Rini.
            “Ada apa, Dit?”
            “Em, sebenarnya… sebenarnya, aku suka sama kamu, kamu mau gak jadi TTM aku?”
            TTM maksudnya Teman Tapi Mesra ya?”
Rini kaget. Dia bingung harus menjawab apa. Rini memang menyukai penampilan Radit yang tampan, tetapi dia lebih menyukai sifat Surya yang baik dan humoris.
            “Rini, gimana?”
            “Eh, ii… iya, aku juga suka sama kamu. Aku mau jadi TTM kamu,” jawabnya terbata-bata.
Radit sangat puas dengan jawaban Rini, tetapi Rini sendiri masih bingung. Ada sedikit penyesalan dalam dirinya karena sebenarnya orang yang dia sukai adalah Surya.
            Sudah beberapa bulan Rini berkencan dengan Radit. Mereka selalu menghabiskan waktu dengan makan berdua di restoran. Sikap Radit tetap tidak berubah, agak angkuh dan suka menyombongkan diri. Rini rindu dengan sifat Surya yang periang dan humoris, entah mengapa ia justru selalu merindukan Surya yang culun dan kutu buku itu.
            Suatu hari Rini meminta Radit untuk makan bersama Surya lagi seperti saat mereka pertama kali bertemu. Radit tidak keberatan, ia meminta Rini menunggu di tempat biasa. Rini memesan sate padang, makanan favorit Radit seperti tertulis di info Facebooknya. Ia juga membawakan koleksi DVD Detektif Conan kesukaannya. Lima belas menit kemudian Radit dan Surya muncul.
            “Dit, aku sudah pesan sate padang loh buat kamu.”
            “Apa? Sate padang? Yang benar saja, aku paling nggak suka makanan pedas kayak gitu.”
            “Loh, kok gitu sih? Ya sudah, jangan marah ya, ini aku bawakan kaset  Detektif Conan, seru loh.”
            “Ya ampun, aku tuh nggak suka cerita detektif.”
            “Radit!” panggil seseorang dari jauh. Gadis itu segera menghampiri mereka bertiga.
            “Melly!” seru Rini.
            “Radit, kamu kemana aja selama ini? Loh kok ada Rini? Kalian sudah saling kenal ya?” tanya Melly, tetapi pertanyaan dan tatapannya malah  tertuju pada Surya.
            Radit terlihat pucat dan panik, ia kemudian kabur keluar restoran, Rini berusaha mengejarnya. Radit semakin mempercepat larinya, namun malang tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya. Radit ambruk seketika dan berlumuran darah.
            “Radit…” teriak Rini.
            “Ri, Rini. Maafkan aku. Aku sudah membohongimu. Sebenarnya akulah Surya. Aku sengaja ingin merebutmu dari Radit. Aku iri melihat anak tukang kebunku punya teman secantik kamu, makanya dia aku paksa tukaran nama, sebenarnya Radit juga menyukaimu. Jadilah sahabatnya Rini, dialah temanmu yang sebenarnya, maafkan aku…” bruk, lelaki itu menghembuskan nafas terakhirnya.
            Kini terjawab sudah segala kebingungan yang melanda hati Rini dan ia telah menemukan sahabat yang sebenarnya, sahabat yang merupakan teman pertamanya di Facebook. Sejak saat itu Rini bersahabat dengan Radit asli yang jujur, ramah, dan humoris.

0 Komentar:

Posting Komentar

Please be polite in giving a comment, every rude comment will be removed (Sopanlah dalam berkomentar, setiap komentar yang kasar akan dihapus)

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda