Aku Sekuntum Mawar
Oleh Armilia Sari
Aku mawar merah
yang merekah indah di pekarangan rumah. Aku sangat menikmati hari-hariku
sebagai mawar yang dikagumi banyak orang. Pagi
hariku selalu disambut oleh Annisa yang cantik. Dialah yang membeliku dari
seorang florist dan menanamku kembali
di taman depan rumahnya. Annisa selalu merawatku dengan baik. Ia tidak pernah
lupa menyiramiku dan memberiku pupuk sehingga aku tumbuh subur. Annisa suka
menari-nari di halaman rumahnya sambil mencium wangi dari kelopakku. Seperti
yang sedang ia lakukan pagi ini.
Satu-satunya
hal yang kutakuti adalah Imam, adiknya Annisa. Ia selalu mengancam keselamatan jiwaku. Sudah
berulang kali ia mencoba memetikku tetapi selalu dilarang Annisa. Benar saja dugaanku, siang harinya Imam kembali mendekatiku dan bersiap
mencabutku. Kalau sudah begini aku terpaksa menyakitinya dengan duriku. Aku
gunakan duriku sebagai pertahanan diri. Imam menjerit kesakitan saat aku
melukainya. Aku menyesal, untunglah hal itu diketahui Annisa. Dia segera membawa
adikknya ke dalam untuk diobati. Maafkan aku, Annisa. Aku terpaksa melakukan
ini demi menyelamatkan diriku. Aku tahu engkau juga pasti sedih jika adikmu
berhasil mematahkan tangkaiku.
Sore
harinya Imam sudah ceria kembali. Sepertinya lukanya sudah tidak terasa lagi.
Aku berharap dia jera dan tidak akan menggangguku lagi. Oh tidak, ternyata dia
malah mendekatiku. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Annisa, aku tidak akan
menyakiti adikmu lagi. Aku pasrah saja dengan takdirku.
Tunggu dulu. Hei! Dia
menciumku. Persis seperti yang sering dilakukan Annisa setiap pagi. Tidak lama
kemudian Annisa muncul. Ia mendekati kami.
“Tuh
kan dik.
Lebih enak dicium dari tangkainya langsung, dari pada dipetik tidak tahan lama.
Paling besok juga sudah layu.” Begitu katanya.
Imam
tersenyum dan memeluk kakaknya. Oh, syukurlah. Ternyata Tuhan masih memberiku
kesempatan untuk tetap hidup. Aku senang sekali melihat perubahan sikap Imam.
Kini ia sudah bersahabat denganku. Dia bahkan selalu mengusir kumbang-kumbang
nakal yang mencoba mendekatiku dan menghisap maduku.
Indralaya, 9 Oktober 2008
Ditulis dengan sangat terpaksa saat dosen menugaskan mengarang cerita. Pusing saat itu, aku paling lemah disuruh menghayal jadi benda atau tumbuhan.
Ditulis dengan sangat terpaksa saat dosen menugaskan mengarang cerita. Pusing saat itu, aku paling lemah disuruh menghayal jadi benda atau tumbuhan.
1 Komentar:
wow..luar biasa ya, hebat juga ngarang cerita
Posting Komentar
Please be polite in giving a comment, every rude comment will be removed (Sopanlah dalam berkomentar, setiap komentar yang kasar akan dihapus)
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda